ESPINOZA, ESPINOZA (2020) IMPLIKASI PASAL 34A PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DALAM PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKADIPANDANG DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. Tesis thesis, Universitas Batanghari.
Text
Espinoza B.16031053 MH.pdf Download (645kB) |
Abstract
ABSTRAK Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana. Hukum berfungsi sebagai pelindung kepentingan manusia, agar kepentingan manusia itu terlindung, maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga karena pelanggaran hukum dalam hal ini hukum yang dilanggar harus ditegakkan. Melalui penegakan inilah hukum menjadi kenyataan. Pemasyarakatan adalah suatu proses, proses therapeoutic dimana si narapidana pada waktu masuk Lembaga Pemasyarakatan dalam keadaan tidak harmonis dengan masyarakat sekitarnya, mempunyai hubungan yang negatif dengan masyarakat. Sejauh itu narapidana lalu mengalami pembinaan yang tidak lepas dari unsur-unsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada akhirnya narapidana dengan masyarakat sekelilingnya merupakan suatu keutuhan dan keserasian (keharmonisan) hidup dengan penghidupan, tersembuhkan dari segi-segi yang merugikan (negatif). Metode Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif,data diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) maka dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui validitasnya, kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis.Terhadap data yang sifatnya kualitatif ditafsirkan secara yuridis, logis, sistematis dengan menggunakan metode induktif. Pemberian pengurangan masa pidana (remisi) bagi narapidana tindak pidana narkotika belum efektif, hal ini karena banyaknya kendala pada saat pelaksanaan remisi, seperti perilaku narapidana, karena narapidana banyak yang melakukan tindakan indisipliner atau hal-hal lain yang merupakan pelanggaran disiplin, sehingga narapidana masuk dalam catatan Register F, sehingga hak untuk memperoleh remisi dicabut. Dampak dari pengetatan tersebut maka peristiwa-peristiwa kerusuhan dalam Lembaga Pemasyarakatan, kelebihan kapasitas dan diskriminasi terhadap hak asasi manusia menjadi efek domino dari pemberlakuan peraturan tersebut. Disatu sisi adanya hukum diharapkan memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Ketentuan pemberian pembebasan bersyarat dengan syarat tambahan dalam Pasal 43A ayat 1 huruf a PP No. 99 Tahun 2012 tentang syarat menjadi justice collaborator secara langsung membatasi hak narapidana. Hal ini bertentangan dengan Pasal 14 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 karena dapat dianggap melanggar asas lex superiori derogate lex inferiori sesuai Pasal 7 ayat 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan bahwa secara hierarki peraturan perundang-undangan yang lebih rendah (PP) tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (UUD/UU). Kata Kunci: Remisi, Hak Asasi Manusia
Item Type: | Thesis (Tesis) |
---|---|
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Magister Hukum |
Depositing User: | Mr Admin Repo |
Date Deposited: | 05 Oct 2021 04:26 |
Last Modified: | 05 Oct 2021 04:26 |
URI: | http://repository.unbari.ac.id/id/eprint/595 |
Actions (login required)
View Item |